RSS Feed

Paper Ilmiah

Posted by: Anik / Category:




E-Commerce Sebagai Fasilitator Gaya Hidup Konsumeris Dikalangan Mahasiswa

Oleh: Dwi Anik Listiyowati
S1 PGSD


Sebuah Pengantar
Perdagangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Perdagangan telah dilakukan sejak awal peradaban manusia. Sejalan dengan perkembangan manusia, cara dan sarana yang digunakan dalam perdangan senantiasa berubah pula. Perdagangan sering dilihat secara nyata di pasar tradisional, di mall-mall besar, di toko-toko kelontong dan pusat-pusat perbelanjan lainnya. Sejalan dengan perkembangannya, bentuk perdagangan terbaru sekarang berubah menjadi lebih praktis dan lebih memudahkan penggunanya yaitu menggunakan e-commerce. E-commerce merupakan hasil dari kemajuan peradaban manusia. E-commerce sering manfaatkan oleh penggunanya di seluruh dunia, hal ini menjadikan perubahan budaya pada masyarakat. Perkembangan perdagangan merupakan contoh yang paling dekat dengan budaya populer. E-commerce merupakan salah satu gaya hidup atau populer culture yang mulai digandrungi sekarang, terutama mahasiswa. Sejak perkembangan internet meningkat, sebagian besar aktivitas dilakukan dengan lebih instan. Belanja menjadi lebih praktis.
Salah satu cara perdangan adalah dengan berbelanja. Pada awalnya belanja hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang-barang sebagai keperluan sehari-hari dengan barter yaitu jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Akan tetapi, konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi dsn bersifat fantasi di kalangan masyarakat. Seiring dengan perubahan perekonomian dan globalisasi, maka terjadi pula perubahan perilaku manusia. Dengan mempertimbangkan keuntungan, dapat pula menjadikan sebagian pemanfaatan e-commerce untuk membeli sesuatu yang tidak sesuai dengan kebutuhan dilakukan semata-mata demi kesenangan, sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros yang dikenal dengan istilah prilaku konsumtif. Konsumsi merupakan cerminan aksi yang tampak, sedangkan konsumerisme lebih terkait dengan motivasi yang terkandung di dalamnya. Dalam era konsumerisme perlombaan untuk memperebutkan citra (konsumsi dan simbol-simbol) menjadi sebuah parade dan menu sehari-hari masyarakat modern.

Perkembangan Perdagangan Dengan E-Commerce
Pada awalnya, Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Sejalan berkembangnya perdagangan pada umumnya, kemajuan perdagangan mulai ditunjukkan dengan Perdagangan elektronik atau e-dagang.
E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (komputer networks) yaitu internet. Julian Ding dalam bukunya E-commerce: Law & Practice, mengemukakan bahwa e-commerce sebagai suatu konsep yang tidak dapat didefinisikan. E-commerce memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda.
Sedangkan Onno W. Purbo dan Aang Wahyudi yang mengutip pendapatnya David Baum, menyebutkan bahwa: “e-commerce is a dynamic set of technologies, aplications, and business procces that link enterprises, consumers, and communities through electronic transaction and the electronic exchange of goods, services, and information”. Bahwa e-commerce merupakan suatu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Kegiatan ini merupakan bentuk komunikasi baru yang tidak memerlukan komunikasi tatap muka secara langsung, melainkan dilakukan secara terpisah dari dan ke seluruh dunia melalui media elektronik berupa notebook, laptop, komputer, atau handphone yang tersambung dengan layanan internet.
Penerapan electronic commerce berawal pada tahun 1970 an, dengan adanya inovasi semacam Electronic Fund Transfer (EFT). Saat itu tingkat aplikasinya masih terbatas pada perusahaan-perusahaan besar, lembaga besar, dan sedikit perusahaan kecil yang nekat. Kemudian muncullah Electronic Data Interchange (EDI) yang berkembang dari transaksi keuangan ke transaksi lain serta memperbasar jumlah perusahaan yang berperan serta, mulai lembaga-lembaga keuangan hingga perusahaan manufaktur, ritel, layanan, dan sebagainya. Dengan adanya comersial internet di awal tahun 1990 an, maka muncullah electronic commerce.
Kemunculan E-commerce pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman website. Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.

E-Commerce Sebagai Fasilitator Konsumeris
Adanya E-commerce, masyarakat dunia dan Indonesia dapat dengan mudah mengakses segala jenis barang. Pemasar memberikan tawaran dengan iklan yang menarik bagi para pembeli. Iklan gambar yang berwarna-warni bahkan video dan audio yang menggoda untuk dibeli, mengakibatkan calon pembeli ingin segera membuka dan membelinya. Hanya dengan satu kali klik, pembeli dapat dengan mudah memperoleh barang yang diinginkan. Pembeli dengan mudah mengklik sana-sini untuk melengkapi data pembelian dan barangpun segera dikirim ke tempat tujan. Terkadang barang yang dibeli dengan fasilitas online merupakan barang yang tidak diperlukan. Hal ini dapat disebabkan oleh keinginan untuk memuaskan hasrat untuk berbelanja. Demikianlah yang dapat disebut konsumerisme.
Menurut Syarifah Nur Annisa dalam Komunikasi.us, Konsumerisme adalah suatu pola pikir dan tindakan dimana manusia membeli barang bukan karena mereka memang membutuhkan barang tersebut, melainkan lebih karena tindakan tersebut memberikan kepuasan bagi dirinya (Soedjatmiko, 2008). Seperti yang telah disinggung tadi, konsumerisme dipicu oleh media massa yang menampilkan iklan-iklan yang menarik  (Wibowo, 2012). Hal ini, dilakukan terutama melalui media yang paling dekat dengan banyak masyarakat, yakni jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan sekarang Instagram. Ini lah yang dapat menjadi pemicu konsumeris, karena cara konsumsi masyarakat sudah berubah. Pada jaman sekarang cara manusia mendapatkan barang menjadi hal yang mudah dilakukan dengan dukungan teknologi maju seperti internet. Dengan kemajuan dunia maya, cara transaksi dan jual beli berubah, dahulu penjual dan pembeli berinteraksi langsung dalam pasar dengan bertatap muka. Pembeli melihat, memilih, menimbang, memeriksa dan berinteraksi langsung dengan barang yang akan dibeli. Namun dengan kemajuan jaman bersama e-commerce, kegiatan jual beli dapat dilakukan dimana saja. Target jual-beli dapat dilakukan oleh dan kepada siapa saja. Pembelian dapat dilakukan melalui situs jual beli online, dilanjutkan melakukan pendataan kemudian membayar yang juga hanya melalui m-banking ataupun e-banking. Transaksi menjadi sangat cepat dan mudah. Hal ini tentunya sangat berpengaruh untuk meningkatkan budaya konsumeris dalam masyarakat.
Dengan transaksi yang begitu mudah dengan internet, masyarakat sama sekali tidak terasa mengeluarkan uang. Dulu di pasar yang bertatap muka, transaksi dilakukan dengan benda berwujud, yakni uang tunai, sehingga pembeli masih berpikir ulang untuk menghabiskan uangnya. Dengan cara transfer baru ini, konsumen bahkan tak terasa cepat habis.
Budaya populer yang demikian juga mendukung komersialisme dan mengagungkan konsumerisme, dibarengi dengan kelebihan keuntungan dan pasar. Untuk menganalisis konsumeris, beberapa teori dapat dipakai:
1.      Teori Karl Marx
       Melalui kerja dihasilkan suatu produk dan selanjutnya digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan manusia. Walaupun demikian bagi Marx ada hal lain yang justru menjadi signifikan dimasa sekarang. Lebih jauh, nilai guna (use value) sebuah objek produksi telah berubah menjadi nilai tukar (exchange value) di pasar. Dalam hal ini, objek produksi berperan sebagai komoditas, yakni barang yang diperjualbelikan dipasar. Dengan demikian, disatu sisi, barang-barang yang dihasilkan oleh manusia berubah fungsi dari nilai guna menjadi nilai tukar dan menjadi komoditas di pasar. Sedangkan dipihak lain, kita adalah manusia yang terus memiliki kebutuhan. Dan tempat (lembaga) pemerolehan barang sebagai wujud pemenuhan kebutuhan ialah di pasar. Barang-barang yang dijual di pasar itulah yang kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pasar, dalam konteks ini merupakan tempat (lembaga) para manusia yang bertransaksi, sekaligus disini jugalah letak ironisnya, kita tidak secara langsung memperoleh barang yang diproduksi itu dengan sejumlah uang tertentu sebagai alat penukar yang berfungsi sebagai alat pembayaran. Berbelanja pada akhirnya menghubungkan manusia dengan barang yang ia produksi dan menjadi komoditas di pasar.
              Bagaimana dengan konsumeris itu sendiri? Bila berbelanja semula menjadi “perpanjangan” manusia yang hendak mengkonsumsi sesuatu, pada perkembangan berikutnya, belanja justru menjadi kegiatan mengkonsumsi itu sendiri. Belaja berubah menjadi kebutuhan bagi manusia yang tak cukup diri. Disinilah letak konsumeris dalam arti merubah “konsumsi yang seperlunya” menjadi “konsumsi yang mengada-ada”. Dalam arti ini, motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna menjadi kebutuhan dasariah yang ia perlukan sebagai manusia, melainkan terkait dengan hal lain,yakni identitas “kaum borjuis”.
2.      Uang
Uang merupakan struktur pemaknaan utama dewasa ini. Hukum pasar telah menjadi penentu hubungan-hubungan sosial. Efisiensi menjadi prioritas sehingga mengubah pola hubungan manusia dengan waktu. Perubahan itu disertai dengan tuntutan untuk selalu instan. Semua urusan harus segera diselesaikan, seakan tidak bisa ditunda lagi, keterlambatan berarti hilangnya kekuasaan. Kekuasaan uang dan logika waktu pendek itulah yang memacu konsumerisme dan melahirkan budaya urugensi.
Media elektronik dan komputer memungkinkan informasi dan pertukaranya dalam waktu yang singkat. Tersedianya informasi secara instan membuat orang tidak menghargai lagi penantian dan kelambanan.
Jadi, perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan  segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif, sehingga munculnya perilaku konsumtif dikalangan mahasiswa disebabkan oleh dua hal yaitu :
1.        Faktor Internal 
Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri.
2.        Faktor Eksternal 
Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi serta  keluarga.
Indikator Perilaku Konsumtif pada mahasiswa:
  •           Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. Sebagian besar mahasiswa merasa tertarik dengan hadiah, karena hadiah merupakan sesuatu yang gratis.
  •         Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen mahasiswa sangat mudah  terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.
  •        Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen mahasiswa mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya mahasiswa mempunyai  ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar mahasiswa selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mahasiswa  membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.
  •          Membeli produk atas pertimbangan harga  (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya). Konsumen mahasiswa cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
  •      Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Mahasiswa mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut  dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi  kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.
  •      Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Mahasiswa cenderung meniru perilaku  tokoh  yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figure produk tersebut.
  •       Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Mahasiswa  sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat  menumbuhkan rasa percaya diri.
  •      Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Mahasiswa akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan,  meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

Berdasarkan indikator yang telah terungkapkan di atas, hubungan perilaku konsumtif mahasiswa dengan e-commerce yaitu mahasiswa sebagai komponen masyarakat yang paling dekat dengan internet. jadi, mahasiswa merupakan konsumen yang tergolong mudah tergoda dengan iklan-iklan di internet yang menawarkan barang-barang dagangannya. Untuk mencapai indikator konsumeris, mahasiswa dapat dengan mudah membeli barang secara online dengan keuntungan-keuntungan yang di dapat.
E-commerce selain memunculkan banyak kemudahan, beberapa justru mengangkat kembali problematika yang ada. Selain budaya konsumeris, e-commerce juga menimbulkan dampak sosial , yakni :
  •      Perubahan pada cara berkomunikasi dan berkegiatan.
  •     Dampak negatif bagi individu
  •     Kurangnya interaksi langsung dengan individu lainnya.
  •     Dampak negatif bagi perusahaan yakni kemunduran etika bisnis.
  •     Dampak negatif pada masyarakat isolasi kontak sosial


Pencegahan Budaya Konsumeris Dari E-Commerce:
Untuk mencegah, menanggulangi, dan mengurangi masalah budaya konsumeris akibat e-commerce ini, yang paling sederhana yang dapat dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat adalah penanaman tentang nilai-nilai dan gaya hidup yang lebih baik yang dimulai dari tingkat keluarga. Sebab, keluarga dinilai sebagai institusi yang paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Misalnya dengan tidak memberikan uang jajan berlebihan kepada sang anak, begitu juga dengan tidak memberikan fasilitas yang terlalu mewah agar dirinya tidak terseret dalam pergaulan yang salah dan mengikuti budaya konsumeris. Selain upaya dari keluarga, cara mengatasi budaya konsumeris adalah dengan :
·         Membuat daftar belanja yang diinginkan dan dibutuhkan. Diutamakan barang yang dibutuhkan, untuk menghindari terbuangnya uang untuk barang yang sia-sia.
·         Membandingkan harga dari berbagai sumber
·         Jangan terlalu fanatik pada satu merk barang.
·         Periksa data lengkap penjual, seperti nama, alamat, nomor telepon dan data bank.
·         Periksa whois rocord domain penjual dan pastikan data registrasi adalah sama dengan yang ada di situs web nya. Di dalam registrasi informasi, wajib menggunakan nama, alamat, Negara, email, dan nomor telepon yang jelas dan benar.
·     Periksa data perusahaan (company profile) si penjual dan lebih baik jika didukung dengan bukti dokumen.
·     Hubungi nomor telephone yang diberikan, lalu berbicaralah dengan penjual secara langsung, yakinkan diri bahwa anda tidak tertipu.
·     Minta jaminan kepada penjual bahwa barang yang dijual adalah barang yang berkualitas baik, dan bukan barang reject.
·    Minta jaminan uang kembali 100% jika barang yang dijual tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan.
·     Jika dekat, kunjungi alamat penjual untuk memastikan bahwa alamat tersebut benar ada, bukan rekayasa.
·         Pastikan nama pemilik akun bank sama dengan nama penjual yang tertera di situs webnya
Usaha lain ialah dengan adanya tindakan dari pemerintah untuk membuat rakyatnya “melek” media. Pengetahuan masyarakat perlu dibuat setidaknya dalam tingkat yang cukup terhadap media. Hal ini untuk mencegah mereka terlalu termakan semua yang ditampilkan dan dibicarakan oleh media. Selain itu, masyarakat juga perlu menyadari bahwa iklan-iklan yang dibuat itu tujuan hanya satu, yakni mencari keuntungan. Makanya, kesadaran mereka tentang pengaruh media harus segera ditanamkan.
Simpulannya, bahwa dunia maya atau Cyber menjadi indikasi kemajuan globalisasi pada abad kontemporer ini. Manfaat internet beragam macamnya, mulai dari jejaring sosial, belanja, berbisnis, dan belajar. Salah satu manfaatnya adalah berbisnis atau lebih disebut dengan e-commerce. Keuntungan e-commerce tak sedikit, namun dampak negatifnya juga membayangi keuntungan yang diperoleh. Sebagai mahasiswa yang selalu berusaha fashionable dan melek akan kemajuan, internet sangatlah bermanfaat. Kegiatan belanja mahasiswa dapat dengan mudah dengan bantuan e-commerce. Kegiatan ini haruslah dibarengi dengan kemajuan berpikir pintar berlanja di internet untuk melindungi diri dari kejahatan-kejahatan di dunia maya (cyber crime).
DAFTAR PUSTAKA
Anang. 2010. Sukses Bisnis Toko Online. Jakarta:gramedia
Haryanto, Rudi. 2009. Cerdas Jelajah Internet. Jakarta: Kriya Pustaka
Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat. Jakarta: gramedia pustaka utama
Soedjatmiko, haryanto. 2008. Saya Berbelanja Maka Saya Ada.Yogyakarta : Jalasutra
Sulianta, feri. 2009. Web Marketin. Jakatrta: PT Elex Media Komputindo
Suyanto, M. 2003. Strategi Periklanan Dengan E-Commerce Perusahaan Top Dunia. Yogyakarta:Andi
Syarifah Nur Annisa. 2012. Konvergensi Media dan Budaya Konsumerisme. Tersedia di .http://komunikasi.us/index.php/mata-kuliah/media-convergence/16-media-convergence/1864-rp-1. Di unduh pada 26 Oktober 2012.


Baca selengkapnya »